Bhagawan Sri Sathya Sai Baba (dalam
Singh, 2010:1) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi telah telah
mengalami kemajuan selama 200 tahun terakhir, tetapi tidak ada kesucian yang melekat pada keduanya. Mungkin
hal ini berkaitan dengan Kali Yuga. Peradaban
ilmu pengetahuan ini telah menstimulasi perkembangan di dalam peradaban
manusia, tetapi tidak di dalam diri manusia. Hilangnya nilai kemanusiaan akan
berakhir pada kehancuran spiritualitas. Peter Burke dalam Suriawati (2012)
menyatakan bahwa umumnya setiap orang atau masyarakat pasti akan mengalami
suatu perubahan, baik masyarakat yang masih terbelakang maupung masyarakat
modern. Perubahan pada hakekatnya merupakan fenomena yang manusiawi dan alami. Menurut
Herbert Spencer menyatakan bahwa evolusi secara umum adalah serentetan
perubahan kecil secara pelan-pelan, kumulatif, terjadi dengan sendirinya, dan
memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan evolusi dalam masyarakat adalah
serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk
menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul
sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Setiap perubahan atau perkembangan,
apapun bentuknya tidak terlepas dari adanya suatu pengaruh.
Dewasa ini globalisasi sangat
mempengaruhi jaman. Segala aspek menjadi berubah akibat dari arus globalisasi.
Termasuk etika dalam menggunakan busana adat Bali. Sejak dahulu hingga sekarang
busana adat Bali selalu berubah sesuai perkembangan jaman. Dalam menggunakan busana adat Bali
terutama untuk persembahyangan harus sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Namun dewasa ini para umat Hindu terutama para remaja dalam menggunakan busana
adat sudah tidak sesuai dengan aturan. Hal ini mungkin terjadi karena pola pikir
masyarakat. Mereka tidak mengerti akan makna dari busana adat Bali tersebut. Kemunculan
model busana yang kreatif, dinamis, inovatif dan modern berimplikasi terhadap
etika busana remaja dalam persembahyanga di Desa Wongaya Gede, Kecamatan
Penebel, Kabupaten Tabanan. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi tata cara berbusana remaja yakni faktor eksternal dan
faktor internal.
4.3.1 Faktor
Eksternal
Setiap perubahan, apapun bentuknya
pasti tidak bisa lepas dari adanya perubahan. Tak terkecuali dengan terjadinya
perubahan sosial dan individual yang dialami masyarakat Bali, khususnya umat
Hindu, terutama dalam hal berpenampilan pada kesempatan melaksanakan upacara
persembahyangan. Hal tersebut didorong oleh faktor eksternal maupun internal.
Faktor eksternal adalah unsur-unsur yang berasal dari luar lingkungan umat
Hindu itu sendiri terutama dalam hal penampilan umat Hindu yang kini semakin
berkiblat pada kalangan selebritis selaku
trendsetter, pecandu dan penentu mode
yang selalu bergaya hidup trendis atau
modis, meskipun dari sudut tuntunan
normatif dapat dikategorikan sebagai bentuk penampilan yang cenderung tidak
etis. Dikatakan tidak etis karena terjadi perubahan umat Hindu, yang semula
berpegang pada kaidah etis-filosofis (etika-tattwa),
namun kemudian berkembang menjadi lebih menekankan pada penampilan estetis (keindahan) bahkan menjelma ke
dalam bentuk-bentuk penampilan seperti halnya kalangan selebritis yang lebih menonjolkan unsur
materialis-kapitalis-konsumeris. Adapun unsur-unsur yang dapat dimasukkan sebagai faktor
eksternal atas terjadinya perkembangan, tepatnya perubahan umat Hindu sehingga
berpenampilan selebritis adalah sebagai berikut:
1.
Globalisasi
Globalisasi
pada dasarnya merupakan suatu proses menjadi global, mendunia, menyatu atau
saling terhubung antar negara, sebagai akibat dari perkembangan teknologi
informasi dan teknologi transformasi yang mampu mengatasi kendala waktu dan
ruang yang menyekat antara satu negara dan negara lainnya (Atmadja 2010: 19). Bersamaan dengan hal itu, arus
manusia, citra, komoditas, uang, ide, dan informai pada skala global secara
cepat berpindah dari satu negara ke negara lainnya. Globalisasi
telah membawa kemajuan besar dan perubahan-perubahan mendasar dalam kehidupan
masyarakat Bali, khususnya umat Hindu yaitu terjadinya benturan kultur. Dalam
konteks fenomena berpenampilan, Fenomenologi Husserl memandangnya sebagai
sesuatu (objek) sebagaimana kita alami dan menghadirkan diri dalam kesadaran
kita yang dapat dideskripsikan dari apa yang tertangkap oleh intuisi dan muncul
melalui analisis. Bahwa umat Hindu melalui penampilan selebritisnya telah menunjukan adanya percampuran kultur Barat
(modern) dan lokal (tradisi) yang tampak sekali bentuk-bentuknya ketika dalam
kesempatan mengikuti atau melaksanakan upacara persembahyangan, performance umat Hindu cenderung bergaya
fashionable (sadar mode).
Media tubuh umat dalam balutan fashionable yang sebenarnya lebih tepat
dikenakan pada kesempatan non-religion (di
luar kegiatan agama) akhirnya ditampilkan juga dalam kesempatan religion seperti halnya di Pura.
Penampilan umat dengan membaurkan, tepatnya mencampur adukan gaya berbusana
antara tradisi lokal dengan tradisi global (modern) yang trendis dan modis yang
telah mengikuti trend mode atau gaya
hidup (lifestyle) global.
2.
Konsumerisme
Konsumerisme adalah satu ciri
modernitas, dimana seluruh aspek kehidupan sosial didominasi oleh aktivitas
ekonomi, tujuan ekonomi, kriteria ekonomi dan prestasi ekonomi. Motivasi dasar yang mendorong perilaku masyarakat adalah hasrat untuk
mengkonsumsi materi yang tersedia di pasar (Lull dalam Atmadja, 2010:89). Fenomena
konsumerisme tak dapat dipungkiri telah merusak gaya hidup umat Hindu.
Faktanya, sekarang ini, untuk sebuah kegiatan meyajna, khususnya dalam penyediaan upakara bebanten, seperti banten
saiban atau canang, sodan, pejati sampai
ke tingkatan banten utama, umat
dengan mudah dan sepertinya sudah lumrah mendapatkannya dengan membeli banten “siap saji”. Semangat hidup
beragama mulai diwarnai dengan gairah kapitalis dan konsumeris. Tanda-tandanya
: paling tidak dapat diamati secara fisikal-material antara lain, dalam bentuk
munculnya selebritis agama. Suatu
bentuk penampilan yang dalam suatu kesempatan mengikuti upacara yajna seperti nangkil
ke pura, umat hadir dengan penampilan yang bagaikan seorang artis selebritis. Tampil fashionable untuk semua bentuk performance
tersebut tentunya didapat dengan membeli dan pastinya dengan harga tidak
murah (mahal). Akhirnya Pura sebagai tempat suci dengan sekejap berubah menjadi
ajang peragaan busana panggung cat walk.
3.
Media Massa
Yang dimaksud dengan media disini
adalah media massa yang merupakan alat atau saluran yang menghubungkan
komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal
yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Melalui
media massa dengan segala bentuk tayangannya (berita, hiburan, dan iklan),
hasrat atau keinginan manusia untuk memenuhi segala kebutuhan setidaknya
terakomodasi, tinggal kemudian membeli, mengkonsumsi dan mengaktualisasikannya
ke dalam bentuk tampilan, baik yang terkait dengan konteks ritual (yajna) maupun dalam wujud berpenampilan.
Kondisi ini terjadi juga pada bentuk-bentuk penampilan umat ketika mengikuti
atau melaksanakan upacara yajna
seperti halnya persembahyangan di Pura. Pura adalah tempat suci tak
terhindarkan pula dimanfaatkan sebagai ruang dan waktu untuk hasrat narsisme, menghadirkan diri dengan fashionable, trendis sebagaimana lazimnya tampilan publik figur semacam artis selebritis yang dijadikan sebagai
model, atau idola publik.
4.1.5
Faktor
Internal
Penampilan
umat Hindu tatkala melakukan persembahyangan atau upacara keagamaan lainnya
juga dipengaruhi oleh faktor internal. Faktor internal yang memengaruhi umat
Hindu sehingga berpenampilan selebritis adalah
sebagai berikut:
1.
Transformasi
dan Transisi Budaya
Apapun dan dari mana pun penyebabnya,
masyarakat Indonesia, termasuk Bali tentunya, tak luput juga dari transformasi
budaya, yaitu proses perubahan budaya yang gerak lajunya dipercepat oleh arus
globalisasi. Bagi masyarakat Bali dengan kebudayaannya yang adiluhung dan adiluhur, meskipun secara terbuka terkomunikasi dengan beragam
kebudayaan dalam kerangka terkomunikasi dengan beragam kebudayaan dalam
kerangka globalisasi, dan tidak lepas juga dari peristiwa-peristiwa perubahan
kebudayaan, sebagaimana terurai di atas, orang Bali nampaknya masih tetap
memiliki sikap budaya yang sangat aspiratif terhadap kebudayaannya. Akan tetapi
di sisi lain, jika diperhatikan perkembangan masyarakat (Bali) dewasa ini,
harus diakui, di balik peristiwa akulturasi, adopsi, imitasi terhadap unsur-unsur
budaya luar yang masuk dan kemudian diterima sebagai bagian dari kebudayaan
Bali, tampaknya tak terelakkan juga terjadinya pergeseran-pergeseran yang
menyangkut persoalan: orientasi nilai,
persepsi, pola dan sikap serta gaya hidup yang tidak lagi ajeg.
Terkait dengan kajian tentang
fenomena penampilan selebritis umat
Hindu dalam kesempatan mengikuti atau melaksanakan upacara persembahyangan di
pura menunjukkan fakta bahwa memang telah terjadi penyimpangan etika, dimana
umat Hindu tanpa memandang levelitas atau stratifikasi sosial, seakan berlomba
memperagakan tampilan tubuhnya dengan balutan fashionable : trendis, modis dengan
lebih menonjolkan gaya estetis (keindahan),
memamerkan elemen-elemen materialis-kapitalis-konsumeris (benda/barang, nilai
uang dan konsumtif) dengan glamour (kemewahan),
bahkan diantaranya unsur-unsur erotis (sensualitas), meski harus
mengesampingkan kaidah etis-filosofis (etika)
yang sebenarnya menjadi substansi dari sradha
dan bhakti umat.
2.
Pergeseran
Orientasi Nilai dan Ciri Masyarakat Bali
Khusus berkaitan dengan transformasi
kultural (budaya) dapat mengantarkan masyarakat itu sendiri berada pada situasi
transisi yang pada gilirannya akan menggeser atau bahkan merubah pula orientasi
nilai dan kehidupan.
Arus kehidupan manusia di zaman
global ini, terasa sulit atau berat sekali untuk merekonstruksi orientasi hidup
yang sudah terlanjur larut mengikuti arus zaman. Zaman yang secara evolutif
berkembang membawa perubahan, tidak saja berjalan pelan tetapi benar-benar
membawa kepastian bahwa orientasi nilai-nilai kehidupan umat Hindu kini telah
masuk jauh ke dalam pola dan gaya hidup materialisme yang kemudian
diperilakukan secara individualistik, dengan hanya mementingkan, memperjuangkan
dan bermotif mendapatkan materi untuk kesenangan atau kepentingan diri sendiri
(ahamkara), dalam rangka memenuhi
hasrat hedonismenya. Orientasi hidup model ini, kata Synnott (1995 : 25) hanya
akan melahirkan anggapan bahwa “kesenangan tubuh (materi) jauh lebih baik dari
pada kesenangan jiwa dengan praktek hidup dalam kemewahan”.
3.
Tingkatan
Bhakti
Sesungguhnya di hadapan Tuhan,
setiap manusia, terutama umat beragama adalah sama keberadaannya sebagai sesama
makhluk ciptaan-Nya. Meskipun sama dalam kedudukan, tetapi ada satu hal yang
bisa membedakannya, yaitu dari sisi Sradha
dan Bhaktinya. Umat Hindu tidak
mau ketinggalan dalam menampilkan dirinya melalui proses “mengkreasi diri” agar
dapat tampil sebagaimana trend mode yang
sedang berkembang dan digandrungi masyarakat kebanyakan yang fashionable (sadar mode). Sehingga, umat
Hindu dalam kesempatan persembahyangan sebagai wujud bhakti kehadapan Ida
Sanghyang Widhi, tidak saja menampilkan dirinya melalui media “haturan
bebanten” yang kebanyakan sudah berlabel “impor”, tetapi juga mengkonstruksi
tubuhnya sebagai ekspresi melalui tampilan yang semiotik, mulai dari pemakaian
busana yang trendis dan modis, ditambah polesan tata rias
(wajah, rambut), aksesoris dan kelengkapan properties atau barang modern
lainnya sebagai simbol komunikasi simbolik untuk sebuah makna dalam pencitraan
dan pengakuan atas status dan identitas diri secara sosial-ekonomi sebagai
orang berpunya (the have).
Selain itu,
dengan bhakti umat yang dilandasi
atau didorong oleh keinginan (kama)
yaitu hanya untuk suatu kepentingan yang hanya bersifat fisikal-material,
seperti misalnya bekerja atau mempersembahkan sesuatu dengan penuh pengharapan
atau permohonan. Termasuk juga dalam penampilan selebritis umat yang bermuatan indrawi; seperti ingin mendapat
perhatian, pujian, sanjungan, kesenangan atau kebanggaan diri, demi sebuah
pencitraan (image), yang kesemua itu
sesungguhnya berasal dan masih tergolong bhakti
yang bersifat rajasik atau lebih
buruk lagi masuk kategori tamasik. Padahal
konsep ajaran dalam merealisasi sradha melalui
bhakti, umat hendaknya dapat
melaksanakannya dengan hati yang tulus, jiwa yang ikhlas dan tanpa pamrih.
Emperor Casino: Play with 100% Bonus up to €500
BalasHapusEmperor Casino is deccasino one of the 메리트 카지노 고객센터 newest online casinos. Play with 100% Welcome Bonus up to €500 제왕카지노 for new and existing players.